Selasa, 30 Oktober 2012

TUGAS WAJIB MINGGU KE-5 (ETIKA PROFESI AKUNTANSI)



NAMA           : HERLINA SARI
NPM               : 25209341
KELAS          : 4 EB 13


KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI


Salah satu ciri dari sikap seseoranng yang profesional adalah kesediaan mereka untuk menerima seperangkat prinsip-prinsip profesional dan prinsip-prinsip etika serta mengikuti prinsip-prinsip ini dalam segala urusan keseharian mereka, mereka harus melakukan pekerjaannya secara berhati-hati, inovasi dan sikap yang harus sesuai dengan kode etik yang berlaku. Kode etik yang dijalankan oleh para pekerja profesional sangat dinilai tinggi dalam masyarakat kita.
Seseorang yang memiliki sikap profesional harus memiliki  suatu berkomitmen etika yaitu suatu keteguhan hati untuk bertindak sesuai etika. Selanjutnya ia harus memiliki suatu kemampuan untuk mengamati implikasi-implikasi etika dari sebuah situasi.
Akuntan adalah salah satu profesi yang memiliki peraturan dan kode etik dalam setiap perilakunya. Menurut sumber yang saya baca, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh seorang Akuntan kepada public, yaitu:
a.       CPA harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
b.      CPA harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
c.       CPA harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.

Selain kode perilaku profesional tersebut, seorang akuntan profesional juga harus menerapkan prinsip-prinsip etika yang berlaku dalam profesinya, diantaranya yaitu :

a.      Suatu pernyataan dari maksud prinsip-prinsip tersebut.
Tujuannya yaitu agar para akuntan publik tidak melanggar kode etik AICPA baik secara hukum maupun non hukum, dan melatih kedisiplinan diri setiap anggotanya baik di dalam atau di luar hukum/peraturan.
b.      Tanggung jawab
Akuntan publik bertanggung jawab, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung jawab profesi bagi sendiri.
c.       Kepentingan public
Akuntan publik wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen serta profesionalisme, dengan cara meningkatkan obyektifitas dan integritas akuntan publik untuk memelihara fungsi perdagangan yang tertib.
d.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, seorangakuntan publik harus melaksanakan semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Integritas tinggi dapat dicapai dengan carabertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat kerahasiaan klien, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi.
e.       Obyektifitas dan independensi
Seorang akuntan publik harus mempertahankan obyektifitas yaitu tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional.Seorang akuntan publik dalam praktek publik harus independent yaitu menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
f.        Kemahiran
Seorang akuntan publik harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab profesional dengan sebaik- baiknya.Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya. CPA akan memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pengalaman dimulai dengan menguasai ilmu yang disyaratkan bagi seorang CPA. Kompetensi juga menuntut CPA untuk terus belajar di sepanjang karirnya.
g.      Lingkup dan sifat jasa
Seorang akuntan publik harus mempelajari prinsip kode etik perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan, dengan cara menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu jasa yang mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku profesional akuntan publik.

Setelah akuntan publik menerapkan kode perilaku profesional dan prinsip-prinsip etika, maka akuntan publik juga harus mematuhi peraturan perilaku profesional. Peraturan perilaku profesional lebih spesifik karena menunjukkan aksi dan hubungan akuntan publik, dan jika akuntan publik tidak menaati/melanggar kode etik peraturan ini mengakibatkan sanksi dari AICPA.

Bagian 100 – Peraturan 101 . Independensi
Peraturan 101 mengenai independensi menyatakan “seorang akuntan publik yang berpraktik publik harus independen dalam memberikan jasa profesional sebagaimana disyaratkan oleh standar resmi yang dikeluarkan oleh dewan.” Sebagaimana telah dibahas bab I, tidak peduli bagaimana kompetennya seorang CPA, pendapat CPA atas laporan keuangan akan berkurang nilainya bagi para pemakai kecuali CPA mempertahankan independensi. Peraturan 101 memasyaratkan independensi, telaah dan penugasan atestasi lainnya.

Hubungan Keuangan – Kepentingan Keuangan Tidak Langsung
Kepentingan keuangan tidak langsung yang material dapat mengurangi independensi.Kepentingan seorang akuntan publik dapat mengurangi independensi jika memiliki kepentingan keuangan dalam suatu kesatuan yang memiliki suatu kepentingan keuangan terhadap klien audit.

Hubungan Keuangan Pinjaman - dari Klien
Peraturan mengenai independensi melarang pinjaman ke/dari klien audit, akan tetapi pinjaman dari lembaga keuangan adalah dimaklumi dalam situasi tertentu jika pinjaman dibuat menurut persyaratan pinjaman normal.

Hubungan Keuangan – Tuntutan Hukum Klien
Independensi dapat berkurang jika seorang klien audit memulai atau berniat untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap kinerja audit CPA. Terdapat 2 ciri penting tentang audit:
1. Klien aaudit harus bersedia untuk mengungkapkan seluruh aspek dari operasi bisnis kepada auditor.
2. Sebaliknya, auditor harus obyektif dalam penilaian tearhadap hasil laporan keuangan.

Hubungan Keuangan Manajerial atau Karyawan – Posisi Dengan Klien
Umumnya auditor akan independen jika mereka dihubungkan dengan audit klien sebagai karyawan, pegawai, direktur atau posisi yang sama selama periode penugasan profesional mereka atau pada waktu mengungkapkan suatu opini. Anggota dapat dihubungkan dengan laporan keuangan dari organisasi amal, keagamaan, atau yang memikirkan kepentingan umum jika mereka hanya direktur atau trustee (wali) honorer dari organisasi tersebut.

Hubungan Keuangan Manajerial atau Karyawan – Jasa Akuntansi Untuk Audit Klien
Di bawah kondisi tertentu auditor dapat memberikan jasa auditing dan pembukuan untuk klien yang sama. Satu alasan untuk membolehkan hubungan tersebut adalah bahwa auditor menilai kewajaran dari hasil keputusan operasi manajemen bukan kebijaksanaan dari keputusan. Syarat- syaratnya:
a.       Klien harus menerima tanggung jawab atas laporan keuangan. Ketika diperlukan, auditor harus membantu kliennya untuk memahami masalah-masalah akuntansi secukupnya agar klien dapat menjalankan tanggnug jawabnya..
b.      Auditor tidak boleh menjadi pegawai/manajemen. Ini berarti bahwa sebaiknya auditor tidak memberi kuasa atas transaksi, pemeliharaan atas harta klien atau kuasa penugasan pada kepentingan klien.
c.       Ketika laporan keuangan disiapkan dari buku dan catatan yang dikelola oleh auditor, auditor tersebut harus menaati standar audit yang berlaku umum.

Hubungan Keuangan Manajerial atau Karyawan – Independensi Auditor Dalam Jasa Konsultasi Manajemen
Seorang CPA tidak akan kehilangan independensinya saat melakukan jasa konsultasi manajemen untuk klien audit karena konsultasi manajemen tidak meliputi suatu pendapat tentang kewjaran dari suatu laporan keuangan.

SUMBER :












Senin, 22 Oktober 2012

TUGAS TAMBAHAN MINGGU KE-3 (ETIKA PROFESI AKUNTANSI)



NAMA           : HERLINA SARI
NPM               : 25209341
KELAS          : 4 EB 13


TEMUAN  MENCENGANGKAN MENGENAI NATA DE COCO

Oleh : Harini Rahmi
            Air kelapa muda yang manis dan menyegarkan serta daging buahnya yang berstruktur lembut dan sedikit kenyal membuat buah kelapa sering kali menjadi pilihan banyak orang untuk melepas dahaga. Namun kelezatan buah kelapa ini tak dapat dinikmati oleh seluruh warga bumi karena faktanya pohon kelapa tidak dapat hidup di setiap tempat. Sebagai alternatifnya maka buah kelapa kemudian diolah oleh tangan-tangan kreatif menjadi nata de coco yakni sari air kelapa yang di fermentasi dengan menambahkan beberapa bahan lainnya seperti mikroba acetobacter xylinum  sehingga berubah menjadi padat dan memiliki daya tahan lebih lama daripada air kelapa. Rasanya yang manis, kenyal, dan enak membuat nata de coco menjadi salah satu product yang dewasa ini sangat diminati oleh berbagai kalangan di seluruh penjuru bumi.
            Kehadiran nata de coco kembali mencuri perhatian orang-orang kreatif di dunia kuliner untuk memadupadankan nata de coco dengan bahan lainnya sehingga mampu menjadi product baru atau pelengkap product yang sudah ada. Inilah mengapa nata de coco kita jumpai sebagai pelengkap agar-agar sehingga memiliki tampilan dan rasa yang lebih menarik dan enak. Selain agar-agar, nata de coco juga dijadikan pelengkap untuk sop buah, es buah, bahkan es teler.
            Nata de coco ternyata tak hanya diproduksi oleh pabrik-pabrik besar dan terkenal di Indonesia, melainkan juga diproduksi oleh industri-industri rumahan sehingga kita seringkali menemukan nata de coco dalam berbagai kemasan yang di jual di warung-warung dan minimarket di sekitar kita. Berbekal uang Rp. 1.000,- anak-anak telah dapat menikmati sebungkus sebungkus nata de coco yang dikemas dalam aneka varian rasa seperti anggur, jeruk, apel, melon, dan strawberry. Bahkan es buah yang dilengkapi dengan nata de coco pun dapat diperoleh dengan membayar senilai seribu rupiah saja.  Inilah mengapa nata de coco mampu menjangkau lebih banyak orang sehingga peminat nata de coco terus bertambah seiring berjalannya waktu.
            Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh tim reportase investigasi yang mana dilengkapi dengan uji laboratorium yang dilakukan di laboratorium  teknologi pangan UNPAS, akhirnya ditemukan sejumlah fakta sebagai berikut :
·         8 dari 10 sampel nata de coco yang di pilih secara acak  di pasaran [pasar tradisional, warung, dan supermarket] terbukti mengandung  Hidrogen Peroksida [H2O2], yakni cairan bening, agak lebih kental daripada air,yang merupakan oksidator kuat. Hidrogen Peroksida dimanfaatkan sebagai pemutih [bleach] sehingga nata de coco yang dicampurkan dengan zat ini akan mengubah warna nata de coco yang semulanya putih kekuningan [broken white] menjadi berwarna putih bersih dan lebih menarik. Faktanya, penggunaan hidrogen peroksida dalam makanan justru tidak dibenarkan karena zat ini mudah bereaksi [oksidan kuat] dan korosif. Bahkan dari 10 sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut ternyata terdapat pula merk yang sudah terkenal dan produknya tersusun rapi di rak-rak supermarket dan mall.
·         Dari penuturan salah satu produsen nata de coco lokal [nama dan wajahnya dalam acara tersebut di samarkan] diperoleh informasi bahwa pembuatan nata de coco sering kali menggunakan bahan baku [air kelapa] yang baunya sudah busuk. Kelangkaan buah kelapa dan alasan menghemat biaya produksi membuat mereka tak lagi menghiraukan kualitas nata de coco. Agar nata de coco memiliki daya tahan lebih lama maka mereka juga mencampurkan nata de coco dengan pijer istilah lain yang digunakan untuk boraks atau natrium benzoat [zat pengawet]. Mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium benzoat secara berlebihan akan memacu pertumbuhan sel kanker, berpotensi untuk menimbulkan penyakit degenerasi saraf serta merupakan zat yang menyebabkan timbulkan penyakit LUPUS.
            Tak hanya itu, guna memenangkan persaingan dengan perusahaan berskala nasional maka mereka menggunakan gula sintetik sebagai penganti gula alami sehingga harga jual nata de coco mereka lebih murah. Gula sintetik mengandung senyawa yang membuatnya tidak dapat dimetobolisme secara maksimal oleh tubuh. Gula sintetik memiliki ciri yakni akan ada rasa bawaan yang terasa pahit ketika kita menelannya. Jadi mengkonsumsi nata de coco yang diproduksi dengan bahan-bahan yang tidak dianjurkan tentunya membuat kita seperti mengkonsumsi racun yang lama-kelamaan akan mengurangi daya tahan tubuh dan berujung kepada penyakit berbahaya.
            Meski demikian, tidak semua nata de coco mengandung zat-zat berbahaya, untuk itu kita harus jeli dalam memilih  nata de coco. Berikut tips memilih nata de coco yang bebas pengawet :
- Pilihlah nata de coconya berwarna broken white [putih agak kekuning-kuningan]. Nata de coco yang berwarna putih justru merupakan tanda menggunakan  Hidrogen Peroksida [H2O2].
- Nata de coco yang tidak menggunakan boraks adalah nata de coco yang kenyal dan ketika ditekan, maka dia tidak membalik normal dengan segera. Nata de coco yang mengandung boraks ketika di tekan dia akan membalik ke posisi awal dengan segera [jadi dia tak hanya kenyal tetapi juga tegang/kaku].
            Tidak teliti, bisa-bisa kita justru terkecoh dalam membeli dan akhirnya mengkonsumsi buah yang rasanya segar dan enak tetapi sarat dengan zat-zat kimia berbahaya yang justru membuat pertahanan tubuh kita bobol sehingga rentan terhadap penyakit-penyakit berbahaya. Budaya hidup yang ingin segala sesuatunya instan dan praktis membuat kita lebih memilih untuk membeli olahan buah yang siap saji seperti sop buah, es kelapa, es buah, atau es teller.

SUMBER :
Acara reportase investigasi  14 dan 15 Juli 2012

PENDAPAT SAYA MENGENAI ARTIKEL DI ATAS :
            Di zaman sekarang ini memang cukup sulit untuk mencari makanan atau minuman yang sehat dan terbebas dari bahan-bahan berbahaya. mulai dari proses penanamannya saja sudah banyak yang menggunakan pestisida dan bahan kimia yang merangsang agar tanaman tersebut cepat panen, bahan kimia ini tidak baik untuk tubuh. Banyak juga para produsen makanan atau minuman yang berbuat curang, agar dapat menekan biaya produksi dan bisa dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar, dengan menambahkan bahan-bahan yang berbahaya seperti boraks, natrium benzoate, pewarna tekstil, Hidrogen Peroksida [H2O2] , dan zat-zat bahaya lainnya. Mereka tidak peduli dengan reisko yang dapat timbul apabila makanan atau minuman tersebut terus-terusan dikonsumsi oleh konsumen, yang mereka pikirkan hanya bagaimana meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Padahal bahan-bahan berbahaya tersebut apabila terus menerus di konsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia dapat menimbulakn berbagiai macam penyakit berbahaya seperti kanker, penyumbatan usus, ginjal, dan lain-lain Tentu saja hal ini sudah melanggar etika bisnis dan sangat merugikan masyarakat konsumen. Namun tidak semua pedagang makanan dan minuman yang berbuat curang, karena sebagian besar pedagang masih mempunyai sifat jujur dan taat akan hokum perdagangan di Indonesia.
            Saran saya untuk mengatasi masalah tersebut yaitu :
·         Harus ada kesadaran dari para penjual untuk menjual makanan dan minuman yang bebas dari bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh. Mungkin cara untuk menyadarkan penjual yang nakal tersebut yaitu pemerintah harus membuat peraturan yang melarang keras penjualan bahan-bahan kimia yang berbahya tersebut kepada pedagang tanpa surat izin yang resmi, perlu diadakannya investigasi mendadak kepada sejumlah sampel makanan dan minuman yang dijual oleh para produsen untuk di teliti kandungan bahan dalam makanan dan minuman tersebut, memberikan sanksi yang tegas kepada para produsen atau penjual yang terbukti melakukan kecurangan dalam makanan dan minuman yang mereka jual, dan rajin memberikan penyuluhan atau bimbingan bagaimana cara menjadi produsen atatu penjual yang jujur tetapi tetap dapat menghasilkan keuntungan.
·         Sebaiknya konsumen harus lebih teliti dalam membeli kebutuhannya. cari tahu bagaimana cirri-ciri makanan yang layak untuk di konsumsi, agar mereka tidak salah membeli. serta jangan biasakan budaya hidup yang ingin segala sesuatunya instan dan praktis. Alangkah lebih baik bila kita yang mengolah dan menyajikan sendiri makanan atau minuman tersebut.

TUGAS TAMBAHAN MIGGU KE-2 (ETIKA PROFESI AKUNTANSI)

NAMA           : HERLINA SARI
NPM   : 25209341
KELAS          : 4 EB 13


TAWURAN PELAJAR MEMPRIHATINKAN DUNIA PENDIDIKAN


Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.

PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR

Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR

Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1.      Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2.      Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3.      Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4.      Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
SUMBER :


PENDAPAT SAYA MENGENAI KASUS DI ATAS :
             
Menurut saya orang yang senang tawuran atau berkelahi itu merupakan orang-orang yang kurang mendapatkan pendidikan moral atau etika, baik dari lingkungan keluarga, pendidikan ataupun lingkungan mereka tinggal dan beradaptasi. Mereka berpendapat bahwa dengan berkelahi, semua masalah yang mereka hadapi akn segera terselesaikan. Pemahaman yang seperti inilah yang membuat mereka mengenyampingkan nili-nilai etika yang berlaku di masyarakat. Mereka tawuran hanya memikirkan emosi mereka semata tanpa memikirkan akibatnya ke depan nanti. Tawuran menimbulkan banyak kerugian bagi banyak pihak. Diantaranya yaitu :
·         pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas
·         rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan
·         terganggunya proses belajar di sekolah
·         berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain
dari berita-berita yang saya lihat di televisi, salah satu penyebab timbulnya tawuran antar para pelajar yaitu dendam para pelajar antar sekolah yang sudah tertanam pada setiap angkatan pelajar selama bertahun-tahun. Para pelajar  berkelahi karena sudah menjadi tradisi dari para senior mereka yang terdahulu, sehingga mengharuskan mereka untuk berkelahi apabila terdapat sedikit masalah dengan lawan sekolah mereka.
            Saran saya sebaiknya penanaman nilai etika yang baik bagi para anak, harus dimulai dari ruang lingkup yang kecil, yaitu keluarga. Para orang tua harus memberikan perhatian lebih kepada anak-anaknya dan mengajarkan tentang perilaku yang baik dalam bergaul. Dunia pendidikan juga sangat berperan penting dalam menanamkan nilai etika. Sekolah terlebih dahulu harus meningkatkan kualitas pengajarannya dengan menciptakan lingkungan sekolah yang tidak hanya berfokus belajar dengan kurikulum mata pelajran yang diwajibkan oleh pemerintah, tetapi juga membangun suasanakelas yang tidak monoton mungkin dengan meangadakan kegiatan diluar sekolah yang mengandung nilai pendidikan dan dapat menanamkan nilai etika yang baik bagi para pelajar, meningkatkan fasilitas praktikum, dan sebagainya. Dan lingkungan tempat tinggal kita juga menjadi salah 1 faktor penting untuk menanamkan nilai etika dan moral yang baik, mungkin salah 1 caranya yaitu dengan sering mengadakan kegiatan remaja dan kegiatan bakti sosial yang dapat menciptakan rasa kebersamaan dan kekeluargaan.